Tuesday, May 21, 2013

Room / Rhum (bahan haram pembuat kue/cake)

Berhati-hati dengan Rhum dan Flavor Rhum


Pernah mencicipi kue sus atau cake yang lezat dan harum dari cake
shop atau hotel terkenal? Perhatikan seksama aroma dan rasanya. Ada
aroma harum yang menusuk hidung dan rasa yang agak dingin. Ya. Itulah
rhum, salah satu bahan tambahan dalam membuat kue.

Kue-kue dari hotel dan bakery terkenal kerap menggunakannya dalam
taart, dan sus. Vla di dalam sus menjadi lebih lezat bila dicampurkan
rhum. Cake aneka buah juga biasanya menggunakan rhum. Biasanya
sebelum dicampur ke dalam cake, buah direndam dulu ke dalam rhum agar aromanya menjadi lebih menggugah selera.

Rhum menurut relawan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan,
Kosmetika dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), KA Endin,
digolongkan ke dalam khamr. Kandungan alkoholnya cukup tinggi. Karena
itu fatwanya pun jelas: haram. ''Sedikit atau banyak, khamr itu haram
hukumnya,'' kata Endin ketika ditemui di kantornya Jumat (26/7).

Seperti rhum, mirin atau berbagai cairan yang tergolong arak juga
haram hukumnya. Kandungan alkoholnya cukup tinggi, mencapai 60
persen. Arak merupakan produk fermentasi yang juga menghasilkan
alkohol cukup tinggi. Fatwa MUI menyebutkan kandungan alkohol di
bawah satu persen pun --karena sudah diencerkan-- hukumnya tetap
sama: haram.

''Berbeda dengan alkohol yang merupakan komponen tunggal atau murni
seperti dalam buah,'' ujarnya lagi. Buah durian dan jeruk termasuk
kategori buah yang mengandung alkohol dalam jumlah kecil yakni di
bawah satu persen. Karena murni, maka durian dan jeruk boleh
dikonsumsi. Fatwa MUI menyebutkan alkohol merupakan fenomena dalam
alam.

Konsumen di Indonesia tergolong tidak berhati-hati. Beraneka ragam
cake dan roti yang menggunakan campuran rhum. Tanpa peduli bahan
pembuatnya, masyarakat langsung menyantapnya. Yang menyedihkan, kata
Endin, konsumen bahkan tak tahu komponen pembuat kue atau roti.

Padahal bila tahu, ada kemungkinan umat Islam lebih hati-hati
mengonsumsi makanan. Rhum baru terasa bila dimakan atau dicium
terlebih dahulu. Hampir tak ada kue-kue jajan pasar atau cake buatan
bakery ternama yang mencantumkan komposisi bahan dasar pembuat kue.

Seperti rhum, mirin pun bukan hal aneh bagi umat Islam di Indonesia.
Asalnya memang dari Jepang. Makanan Jepang seperti beef teriyaki,
sukiyaki, atau olahan daging lain kerap menggunakan mirin. Arak beras
dari negeri matahari terbit ini menjadi biasa di lidah orang
Indonesia dengan hadirnya restoran makanan Jepang cepat saji.

Restoran tersebut belum memiliki sertifikat halal. Namun
pengunjungnya berlimpah. Jangan tanya agama. Pasti Muslim yang
terbanyak. Mirin memang hanya salah satu bahan pencampur. Kita bahkan
tak tahu bahan utama. Barangkali banyak juga yang menggunakan barang
haram lain.

''Banyak sekali hal-hal subhat di sekitar kita. Yang haram pun
banyak,'' kata Endin. Dan dia merasa aneh ketika lembaga konsumen dan
bahkan sebagian besar Muslim justru menganjurkan agar mencantumkan
label haram dan bukan halal dengan alasan lebih banyak produk yang
halal dari yang haram.

Untuk menyiasati konsumen yang tak mau memakai rhum, produsen
menciptakan flavor (essence) rhum dan perasa buah lainnya. Benda
tersebut diklaim bukan rhum. Hanya rasa dan aromanya menyerupai rhum
asli. Adakah flavor itu sekadar persamaan rasa?

Tidak. Jurnal Halal LPPOM MUI edisi Juli-Agustus 2002 menyebut dua
alasan yang menjelaskannya. Pertama, hukum asal dari mengonsumsi
minuman keras jenis bir, arak, dan rhum haram hukumnya. Karena itu,
menciptakan flavor yang hukum asalnya haram, adalah haram. Sekalipun
tak ada kandungan haram di dalamnya.

Sama saja dengan rasa babi. Karena babi haram, maka flavor babi atau
bahan makanan dengan rasa babi pun haram hukumnya.

Yang kedua, flavor rhum ternyata masih menggunakan alkohol sebagai
pelarut. Dan ini dijumpai hampir pada seluruh flavor rhum yang
dijumpai di pasaran.

Flavor rhum bukanlah satu-satunya perasa yang menggunakan alkohol.
Flavor buah atau flavor vanila, coklat, atau kopi rupanya juga
menggunakan alkohol sebagai pelarut. Apalagi menurut penelitian LPPOM
MUI kandungan alkohol pada flavor buah pada botol ukuran kecil
mencapai 7 persen. Tentu saja hukumnya pun menjadi haram.

Selain mengandung alkohol, essence juga ada yang dibuat dari unsur
binatang seperti berang-berang dan civet. MUI menyatakan perasa yang
mengandung kedua binatang tersebut haram hukumnya.

Menyantap roti pun tak boleh sembarang, meskipun makanan tersebut
juga sudah sangat populer di Indonesia. Ada banyak kandungan yang tak
jelas di dalamnya. Bahan pengembang roti ternyata ada yang terbuat
dari rambut manusia. Aneh memang. Tapi ini diakui Endin yang
sebelumnya berkecimpung di Pertamina.

Adonan roti membutuhkan pengembang. Dan rambut mengandung protein
yang cukup tinggi yang bisa melembutkan dan mengembangkan kue dengan
cukup baik yang disebut cestein. Produk yang sudah mendapat
sertifikat halal umumnya sudah mengubah cestein dengan pelembut dari
rumput laut.

Sementara mentega dan keju dari luar negeri kerap menggunakan
pengental dari renet yang terbuat dari lemak di dalam perut babi.
Renet itu bukan pembuat keju. Fungsinya hanya untuk mengentalkan susu
yang akan dibuat keju atau mentega. ''Kita punya asas intifak. Benda
yang haram, maka pemanfaatan apa pun dari benda haram itu haram
hukumnya.''

Sumber : http://groups.yahoo.com/group/halal_baik_enak/message/3427

No comments:

Post a Comment

Welcome In Muda Rukun- Mudi Abadi Demangan Site...